Wednesday, 21 March 2012

Reproduksi Karang


Reproduksi Karang         cara reproduksi karang
A.    Reproduksi Karang
Hewan karang dapat melakukan reproduksi baik secara aseksual maupun seksual. Reproduksi aseksual pada hewan karang melibatkan sejumlah proses dimana pembentukan koloni baru terjadi melalui pemisahan atau pelepasan sebagian jaringannya melalui fragmentasi dan polip bailout. Sedangkan reproduksi secara seksual sangat komplek dan meliputi berbagai kejadian mulai dari produksi sel gamet jantan dan betina, proses pembuahan dan pembentukan embrio sebagai planula yang berenang bebas (Richmond, 1997).

1.      Reproduksi Aseksual
Sebagian besar hewan karang adalah biota berkoloni terdiri dari ratusan sampai ribuan polip yang saling berhubungan satu sama lainnya. Polip-polip ini tumbuh dan bertambah banyak melalui proses secara aseksual berupa pertunasan (budding). Pertunasan secara ekstratentakular terjadi jika penambahan polip baru muncul dari jaringan yang terdapat di antara dua polip yang berdekatan. Sedangkan pertunasan secara intratentakular terjadi bila tunas polip baru muncul dari dinding tubuh polip yang sudah ada, kemudian memisah menjadi menjadi polip baru. Kejadian pembentukan dan penambahan polip-polip bukan termasuk dalam reproduksi aseksual karang batu karena sebenarnya tidak ada pembentukan koloni hewan karang baru (Sorokin, 1993 ; Richmond dan Hunter, 1990 ; Richmond, 1997 ; Veron, 2000 ; Suharsono, 2008).

a)      Fragmentasi
Fragmentasi adalah cara reproduksi aseksual paling umum terutama pada karang bercabang dan berbentuk lembaran tipis (foliose). Fragmen atau potongan jaringan hewan karang yang terlepas dari koloni induk yang kemudian jatuh pada dasar perairan akibat berbagai kejadian seperti arus dan gelombang yang kuat, ikan predator atau faktor fisik lainnya. Bila fragmen tepat berada di atas permukaan substrat yang keras, jaringan karang akan menempel dan mulai tumbuh mejadi koloni karang baru melalui pertunasan (Sorokin, 1993 ; Richmond, 1997). Seringkali pembentukan koloni baru hewan karang dari fragmen gagal terjadi akibat terlepas kembali oleh arus atau gelombang yang kuat (Knowlton et al, 1981).

b)      Polyp bailout
Pada kondisi tertentu beberapa jenis hewan karang, polip atau jaringan yang ada pada fragmen karang dapat terlepas dan berenang bebas atau terbawa arus sampai menemukan substrat yang tepat untuk menempel dan tumbuh membentuk koloni baru. Kejadian ini dikenal dengan polyp bailout yang selalu aktif melepaskan diri dari jaringan/skleton induk. Pada cara yang sama, sebagian hewan karang dapat melepaskan bola-bola jaringan hidupnya dari sekitar skleton yang telah mati atau pelepasan ooze dari kalis polip yang kemudian terdifferensiasi menjadi polip baru yang tumbuh menjadi koloni hewan karang baru (Highsmith, 1982 ; Krupp et al, 1993).

c)      Parthenogenesis
Reproduksi aseksual hewan karang dapat juga terjadi dari larva yang dihasilkan dari telur yang tidak dibuahi melalui proses partenogenesis (Stoddart, 1983). Mekanisme rperodukasi sperti ini banyak terjadi pada tumbuhan dan hewan-hewan dalam bentuk koloni.
Koloni karang dari hasil reproduksi aseksual secara genetic akan identik dengan induknya. Pada kondisi lingkungan yang sama koloni-koloni ini akan berkembang baik seperti indukya. Namun pada kenyataannya kondisi lingkungan sangat bervariasi dan selalu berubah setiap saat. Pada kejadian lingkungan ekstrim seperti kenaikan suhu air laut akibat El-Nino akan menimbulkan berbagai perubahan seperti munculnya predator dengan kesukaan makan yang baru, muncul serangan penyakit, atau muncul kompetitor baru. Pada kondisi seperti ini koloni-koloni hewan karang dari hasil reproduksi aseksual tidak dapat bertahan hidup karena tidak adanya variasi genetik yang dimiliki. Selain itu reproduksi secara aseksual ini sangat membatasi kemampuan pemencaran koloni karang yang penting bagi kesuksesan populasinya (Richmond, 1997).
2.      Reproduksi Seksual
Reproduksi seksual dihasilkan dari proses pembuahan gamet jantan dan gamet betina. Koloni hewan karang hasil reproduksi seksual memilki kombinasi dan variasi genetik yang diturunkan dari kedua induknya melalui sel sperma dan telur. Hasil pembuahan selanjutnya berkembang menjadi planula karang yang berenang bebas atau hanyut terbawa arus. Adaptasi planula seperti ini sangat membantu pemencaran hewan karang pada tempat yang baru pada terumbu yang berada jauh dari induknya (Richmond, 1997).
2.1  Jenis dan Bentuk kelamin karang
Karang tidak memiliki ciri seksual sekunder yang dapat digunakan untuk membedakan jenis kelaminnya. Oleh karena itu gonad yang hanya dapat dilihat melalui pembedahan merupakan cara satu-satunya dalam menentukan jenis kelamin suatu jenis karang (Harrison & Wallace, 1990). Jenis kelamin pada karang terdiri atas gonokorik dan hermafrodit (Richmond & Hunter 1990, Harrison & Wallace, 1990; Richmond, 1997). Dari 210 jenis yang telah diteliti, sebanyak 142 jenis tergolong hermafrodit simultan, yaitu suatu individu dapat menghasilkan gamet betina (telur) dan gamet jantan (sperma) dalam waktu yang bersamaan (Richmond & Hunter, 1990).
Jenis kelamin hewan karang tidak mudah dilihat dari luar sebagaimana pada hewan tingkat tinggi lainnya. Untuk menentukan jenis kelamin secara langsung harus mengamati gonad matang di dalam coelenteron. Jenis kelamin dapat mudah dilihat lebih jelas sewaktu karang brooder mengandung embrionya dalam coelenteron. Testis karang biasanya berwarna putih, sedangkan ovarium tampak berwarna lebih menyolok seperti merah, merah muda, orange, coklat atau biru (Harrison dan Wallace, 1990).
Bentuk kelamin karang dibedakan atas hermafrodit dan gonokorik. Karang hermafrodit adalah karang yang menghasilkan gamet jantan dan gamet betina dalam satu koloni atau individu sepanjang hidupnya. Sedangkan karang gonokorik adalah karang yang berbentuk koloni atau individu yang menghasilkan gamet jantan dan gamet betina secara sendiri-sendiri sepanjang hidupnya (dioecious, kelamin terpisah).  Karang scleractinia yang termasuk dalam kelompok gonokorik kebanyakan adalah sub-ordo Fungiina, antara lain Agaricidae, Siderastreidae, Fungiidae dan Poritidae.
Karang hermafrodit menurut perkembangan gonadnya terbagi atas hermafrodit simultan (simultaneous hermaprodite) dan hermafrodit berurutan (sequential hermafrodite). Pada karang hermafrodit simultan, ovum dan sperma karang matang secara serentak (Policansky, 1982), sedangkan karang hermafrodit berurutan adalah kematangan ovum dan sperma pada waktu yang berbeda.
Matang gonad pada hermafrodit berurutan mempunyai dua pengertian, yaitu jantan matang lebih dulu daripada betina yang disebut protandus, atau betina lebih dulu matang daripada jantan yang disebut protogynous (Ghyselin, 1974).
Beradasarkan asal usul dan tipe produksi sel gamet, reproduksi seksual dibedakan atas gonochorics species dan hermaphrodite species. Gonochorics species memproduksi gamet jantan dan betina pada individu yang berbeda atau dikenal juga dengan dioceous species. Sedangkan pada hermaphrodite species gamet jantan dan betina diproduksi pada satu individu yang sama. Diperkirakan sekitar 25% hewan karang termasuk gonochorics species sisanya adalah hermaphrodite (Harrison dan Wallace, 1990). Pada kenyataanya kedua tipe ini sulit dibedakan, dimana dalam proses gametogenesis sering produksi telur lebih lama dibanding sperma. Akibatnya dapat disimpulkan koloni seperti ini termasuk betina, namun beberapa waktu kemudian menghasilkan sel sperma juga (Chonersky dan Peters, 1987 ; Harrison dan Wallace, 1990 ; Veron 1995).
Hermaphrodite simultaneous terjadi pada hewan karang yang menghasilkan sperma dan telur pada waktu yang bersamaan. Pada kejadian lain koloni awal jantan kemudian setelah itu berkembang menjadi betina atau dikenal juga dengan protandry dengan inisial menjadi betina. Pada kasus lain sebaliknya dapat berkembang menjadi jantan kembali atau dikenal juga dengan protagyny dengan inisial hermaphrodite. Hampir sebagain besar koloni hewan karang adalah hermprodite simultaneous dan sedikit yang sekuensial hermaphrodite (Veron, 1995 ; Richmond, 1997).

No comments:

Post a Comment