Hormon adalah pembawa pesan kimiawi antarsel atau antarkelompok sel. Semua organisme multiselular, termasuk tumbuhan.
Hormon beredar di dalam sirkulasi darah dan fluida sell untuk mencari sel target. Ketika hormon menemukan sel target, hormon akan mengikat protein reseptor tertentu pada permukaan sel tersebut dan mengirimkan sinyal. Reseptor protein akan menerima sinyal tersebut dan bereaksi baik dengan memengaruhi ekspresi genetik sel atau mengubah aktivitas protein selular,[1] termasuk di antaranya adalah perangsangan atau penghambatan pertumbuhan serta apoptosis (kematian sel terprogram), pengaktifan atau penonaktifan sistem kekebalan, pengaturan metabolisme dan persiapan aktivitas baru (misalnya terbang, kawin, dan perawatan anak), atau fase kehidupan (misalnya pubertas dan menopause). Pada banyak kasus, satu hormon dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya. Hormon juga mengatur siklus reproduksi pada hampir semua organisme multiselular.
factor regulasi
Faktor regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah hormon yang memiliki fungsi penting bagi tubuh. Senyawa tersebut dikirim ke lobus anterior kelenjar pituitari oleh hipotalamus. Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu faktor pelepas (releasing factor) yang menyebabkan kelenjar pituitari mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat (inhibiting factor) yang dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. Sebagai contoh adalah FSHRF (faktor pelepas FSH) dan LHRF (faktor pelepas LH) yang menyebabkan dilepaskannya hormon FSH dan LH.
hormone antagonik
Hormon beredar di dalam sirkulasi darah dan fluida sell untuk mencari sel target. Ketika hormon menemukan sel target, hormon akan mengikat protein reseptor tertentu pada permukaan sel tersebut dan mengirimkan sinyal. Reseptor protein akan menerima sinyal tersebut dan bereaksi baik dengan memengaruhi ekspresi genetik sel atau mengubah aktivitas protein selular,[1] termasuk di antaranya adalah perangsangan atau penghambatan pertumbuhan serta apoptosis (kematian sel terprogram), pengaktifan atau penonaktifan sistem kekebalan, pengaturan metabolisme dan persiapan aktivitas baru (misalnya terbang, kawin, dan perawatan anak), atau fase kehidupan (misalnya pubertas dan menopause). Pada banyak kasus, satu hormon dapat mengatur produksi dan pelepasan hormon lainnya. Hormon juga mengatur siklus reproduksi pada hampir semua organisme multiselular.
Pada hewan, hormon yang paling dikenal adalah hormon yang diproduksi oleh kelenjar endokrin vertebrata. Walaupun demikian, hormon dihasilkan oleh hampir semua sistem organ dan jenis jaringan pada tubuh hewan. Molekul hormon dilepaskan langsung ke aliran darah, walaupun ada juga jenis hormon - yang disebut ektohormon (ectohormone) - yang tidak langsung dialirkan ke aliran darah, melainkan melalui sirkulasi atau difusi ke sel target.
Pada prinsipnya pengaturan produksi hormon dilakukan oleh hipotalamus (bagian dari otak). Hipotalamus mengontrol sekresi banyak kelenjar yang lain, terutama melalui kelenjar pituitari, yang juga mengontrol kelenjar-kelenjar lain. Hipotalamus akan memerintahkan kelenjar pituitari untu mensekresikan hormonnya dengan mengirim faktor regulasi ke lobus anteriornya dan mengirim impuls saraf ke posteriornya dan mengirim impuls saraf ke lobus posteriornya.
Pada tumbuhan, hormon dihasilkan terutama pada bagian tumbuhan yang sel-selnya masih aktif membelah diri (pucuk batang/cabang atau ujung akar) atau dalam tahap perkembangan pesat (buah yang sedang dalam proses pemasakan). Transfer hormon dari satu bagian ke bagian lain dilakukan melalui sistem pembuluh (xilem dan floem) atau transfer antarsel. Tumbuhan tidak memiliki kelenjar tertentu yang menghasilkan hormon.
factor regulasi
Faktor regulasi adalah senyawa kimia yang mengontrol produksi sejumlah hormon yang memiliki fungsi penting bagi tubuh. Senyawa tersebut dikirim ke lobus anterior kelenjar pituitari oleh hipotalamus. Terdapat 2 faktor regulasi, yaitu faktor pelepas (releasing factor) yang menyebabkan kelenjar pituitari mensekresikan hormon tertentu dan faktor penghambat (inhibiting factor) yang dapat menghentikan sekresi hormon tersebut. Sebagai contoh adalah FSHRF (faktor pelepas FSH) dan LHRF (faktor pelepas LH) yang menyebabkan dilepaskannya hormon FSH dan LH.
hormone antagonik
Hormon antagonistik merupakan hormon yang menyebabkan efek yang berlawanan, contohnya glukagon dan insulin. Saat kadar gula darah sangat turun, pankreas akan memproduksi glukagon untuk meningkatkannya lagi. Kadar glukosa yang tinggi menyebabkan pankreas memproduksi insulin untuk menurunkan kadar glukosa tersebut.
Hormon Pada Avertebrata
Pergantian kulit pada serangga ternyata dikendalikan oleh hormon, namanya hormon ekdison (yang menyebabkan pergantian kulit atau Ekdisis), selain itu juga terdapat hormon hormon Juvenil (menghambat metamorfosis).
Sedangkan pada Crustaseae (sebutan untuk udang, kepiting) Ada 2 faktor yang mempengaruhi molting (atau pergantian kulit) yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diantaranya; adanya stressor, nutrisi, photoperiod dan temperatur sedangkan faktor internal terkait dengan produksi hormon ekdisteroid dan Molt Inhibiting Hormon (MIH). Pelepasan hormone ekdisteroid oleh organ-Y yang bervariasi berdasarkan stadium yang dilaluinya dalam siklus ganti kulit dan juga tergantung pada kadar hormon ekdisteroid yang terdapat dalam hemolim.
kerja hormone
Pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim dapat dipengaruhi melalui beberapa lintasan. Penelitian terhadap organ-Y dengan cara in vitro memperlihatkan bahwa ekstrak tangkai mata dapat memperlambat atau menghentikan pelepasan hormon ekdisteroid. Berdasarkan sistem pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim tersebut diatas dan hubungannya dengan MIH. Model sistem pengaturan neuroendokrin yang pernah diketahui adalah interaksi antara organ-X – kelenjar sinus dan organ-Y. Faktor lingkungan termasuk di dalamnya stres akan mengaktifkan neuron serotonergik tangkai mata yang merangsang kompleks sel-sel neurosekretori organ-X (XO) – kelenjar sinus (SG) untuk melepaskan MIH. MIH dalam hemolim berikatan dengan permukaan reseptor sel organ-Y yang menyebabkan adenilat siklase (AC) aktif dan mengubah ATP menjadi cAMP (siklik AMP). Produksi hormon ekdison dari kolestrol akan ditekan oleh cAMP. Pengaruh yang berlawanan ditimbulkan oleh kalsium (Ca) yang berikatan dengan kamodulin akan mengaktifkan enzim cAMP-fosfodiesterase membentuk 5 AMP, sehingga produksi ekdison dapat ditingkatkan kembali. Kenaikan kadar kalsium hemolim pada awal ganti kulit dan akan turun kembali pada saat ganti kulit, keadaan ini berhubungan dengan perubahan ekdisteroid hemolim. Beberapa hewan mengeluarkan Feromon yang berfungsi menarik lawan jenis, mencari makanan atau mengendalikan kesuburan. Berikut beberapa contoh hewan-hewan avertebrata:
1. Kupu-kupu
Ketika kupu-kupu jantan atau betina mengepakkan sayapnya, saat itulah feromon tersebar diudara dan mengundang lawan jenisnya untuk mendekat secara seksual. Feromon seks memiliki sifat yang spesifik untuk aktivitas biologis dimana jantan atau betina dari spesies yang lain tidak akan merespons terhadap feromon yang dikeluarkan betina atau jantan dari spesies yang berbeda.
2. Ngegat
Komunikasi melalui feromon sangat meluas dalam keluarga serangga. Feromon bertindak sebagai alat pemikat seksual antara betina dan jantan. Jenis feromon yang sering dianalisis adalah yang digunakan ngengat sebagai zat untuk melakukan perkawinan. Ngengat gipsi betina dapat mempengaruhi ngengat jantan beberapa kilometer jauhnya dengan memproduksi feromon yang disebut “disparlur”. Karena ngengat jantan mampu mengindra beberapa ratus molekul dari betina yang mengeluarkan isyarat dalam hanya satu mililiter udara, disparlur tersebut efektif saat disebarkan di wilayah yang sangat besar sekalipun.
3. Semut dan lebah madu
Feromon memainkan peran penting dalam komunikasi serangga. Semut menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan. Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya meninggalkan sengat pada kulit korbannya, tetapi juga meninggalkan zat kimia yang memanggil lebah madu lain untuk menyerang. Demikian pula, semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh; feromon disebar di udara dan mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini bertemu musuh, mereka juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya bertambah atau berkurang, bergantung pada sifat bahayanya.
Pergantian kulit pada serangga ternyata dikendalikan oleh hormon, namanya hormon ekdison (yang menyebabkan pergantian kulit atau Ekdisis), selain itu juga terdapat hormon hormon Juvenil (menghambat metamorfosis).
Sedangkan pada Crustaseae (sebutan untuk udang, kepiting) Ada 2 faktor yang mempengaruhi molting (atau pergantian kulit) yaitu faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal diantaranya; adanya stressor, nutrisi, photoperiod dan temperatur sedangkan faktor internal terkait dengan produksi hormon ekdisteroid dan Molt Inhibiting Hormon (MIH). Pelepasan hormone ekdisteroid oleh organ-Y yang bervariasi berdasarkan stadium yang dilaluinya dalam siklus ganti kulit dan juga tergantung pada kadar hormon ekdisteroid yang terdapat dalam hemolim.
kerja hormone
Pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim dapat dipengaruhi melalui beberapa lintasan. Penelitian terhadap organ-Y dengan cara in vitro memperlihatkan bahwa ekstrak tangkai mata dapat memperlambat atau menghentikan pelepasan hormon ekdisteroid. Berdasarkan sistem pengaturan kadar hormon ekdisteroid hemolim tersebut diatas dan hubungannya dengan MIH. Model sistem pengaturan neuroendokrin yang pernah diketahui adalah interaksi antara organ-X – kelenjar sinus dan organ-Y. Faktor lingkungan termasuk di dalamnya stres akan mengaktifkan neuron serotonergik tangkai mata yang merangsang kompleks sel-sel neurosekretori organ-X (XO) – kelenjar sinus (SG) untuk melepaskan MIH. MIH dalam hemolim berikatan dengan permukaan reseptor sel organ-Y yang menyebabkan adenilat siklase (AC) aktif dan mengubah ATP menjadi cAMP (siklik AMP). Produksi hormon ekdison dari kolestrol akan ditekan oleh cAMP. Pengaruh yang berlawanan ditimbulkan oleh kalsium (Ca) yang berikatan dengan kamodulin akan mengaktifkan enzim cAMP-fosfodiesterase membentuk 5 AMP, sehingga produksi ekdison dapat ditingkatkan kembali. Kenaikan kadar kalsium hemolim pada awal ganti kulit dan akan turun kembali pada saat ganti kulit, keadaan ini berhubungan dengan perubahan ekdisteroid hemolim. Beberapa hewan mengeluarkan Feromon yang berfungsi menarik lawan jenis, mencari makanan atau mengendalikan kesuburan. Berikut beberapa contoh hewan-hewan avertebrata:
1. Kupu-kupu
Ketika kupu-kupu jantan atau betina mengepakkan sayapnya, saat itulah feromon tersebar diudara dan mengundang lawan jenisnya untuk mendekat secara seksual. Feromon seks memiliki sifat yang spesifik untuk aktivitas biologis dimana jantan atau betina dari spesies yang lain tidak akan merespons terhadap feromon yang dikeluarkan betina atau jantan dari spesies yang berbeda.
2. Ngegat
Komunikasi melalui feromon sangat meluas dalam keluarga serangga. Feromon bertindak sebagai alat pemikat seksual antara betina dan jantan. Jenis feromon yang sering dianalisis adalah yang digunakan ngengat sebagai zat untuk melakukan perkawinan. Ngengat gipsi betina dapat mempengaruhi ngengat jantan beberapa kilometer jauhnya dengan memproduksi feromon yang disebut “disparlur”. Karena ngengat jantan mampu mengindra beberapa ratus molekul dari betina yang mengeluarkan isyarat dalam hanya satu mililiter udara, disparlur tersebut efektif saat disebarkan di wilayah yang sangat besar sekalipun.
3. Semut dan lebah madu
Feromon memainkan peran penting dalam komunikasi serangga. Semut menggunakan feromon sebagai penjejak untuk menunjukkan jalan menuju sumber makanan. Bila lebah madu menyengat, ia tak hanya meninggalkan sengat pada kulit korbannya, tetapi juga meninggalkan zat kimia yang memanggil lebah madu lain untuk menyerang. Demikian pula, semut pekerja dari berbagai spesies mensekresi feromon sebagai zat tanda bahaya, yang digunakan ketika terancam musuh; feromon disebar di udara dan mengumpulkan pekerja lain. Bila semut-semut ini bertemu musuh, mereka juga memproduksi feromon sehingga isyaratnya bertambah atau berkurang, bergantung pada sifat bahayanya.
Hormon yang menyebabkan terjadinya fenomena age polytheism adalah hormon juvenil atau biasa juga disebut sebagai JH. Pergantian divisi pekerjaan berdasarkan umur dipengaruhi oleh kadar JH dalam tubuh. Kadar JH meningkat seiring dengan pertambahan umur pekerja. peningkatan kadar JH itulah yang mengatur kebiasaan kerja pada lebah pekerja. Tetapi walaupun demikian pergantian divisi bukanlah sesuatu yang saklek. Proses tersebut merupakan suatu yang fleksibel, tergantung pada proporsi jumlah pekerja yang dibutuhkan pada divisi yang sudah ada. Peningkatan JH juga bisa dipengaruhi oleh lingkungan seperti keberadaan makanan, umur, dan struktur koloni serta respon yang berbeda terhadap lingkungan.
AVERTEBRATA LAUT
HORMON
SULHAM SYAHID
L111 11 257
ILMU KELAUTAN
FAK. ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
HORMON
SULHAM SYAHID
L111 11 257
ILMU KELAUTAN
FAK. ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2012
No comments:
Post a Comment